PHK, Enjoy Aja! [Part – 1]

Lamanyaaa.. Nggak nulis di blog ini. Mbakul ndog aja kok ya rasanya sibuk banget ya… Wkwkwkwk..

Tapi, kebutuhan melampiaskan duapuluhribukatasehari memang tak bisa dihindari, kudu dilampiaskan agar otak nggak kebak-kebak amat.

Kali ini mau rasan-rasan aja deh.. mbahas yang ringan-ringan syedap. Haha..

Bahasa kerennya, versi wong Jogja, theng-theng crit. Thenguk-thenguk crita. Yuk, mareeeww…

“We’re all in the same storm, but we are not all in the same boat.”

 

Wahai pembaca blogku tercinta, pernah baca atau dengar nggak ungkapan yang viral saat pandemi ini?

“We’re all in the same storm, but we are not all in the same boat.”

 

Banyak banget yang ngeshare ungkapan ini di medsos mereka. Saya pun taunya dari postingan orang-orang aja.

He em sih, bener banget yak..

Pict source : familiaabogado.com

Kita semua memang sedang berada dalam badai yang sama bernama Corona, tapi kapalnya beda-beda. Ada yang make kapal pesiar, ada yang make perahu, dan bahkan ada yang cuma make papan kayu.

Kita semua, tanpa kecuali, sedang dihantui virus yang entah kapan ilangnya. Qodarullah… Dan tak hanya teror virus ini yang makin lama makin dekat, tapi secara finansial kita semua juga diuji. Double trouble deh bahasa Mc Giver-nya. Tahu Mc Giver nggak? Gapapa sih kalau nggak tahu, cukup angkatan old aja yang tahu. 🤣

Saya nggak akan bahas “storm” ini dari sisi medis. Nggak ngerti saya mah. Apalagi soal konspirasi. Hadeh puyeng pala ini. Biar diurus sama dokter Terawan dkk. Eh, udah ganti ding ya Menkesnya? siapa sih Menkes sekarang?

Yang pengen saya bahas disini adalah ujian secara finansial. Yes, we are in the same storm in this case. Tapi memang benar sih, we are in the different boat. Beda-beda kapalnya saat menghadapi badai pandemi ini. Yes, I agree with it.

Kalangan middle up, mungkin nggak akan secara signifikan terdampak, konon katanya begitu. Sementara menengah ke bawah… Ya kita semua pasti faham lah gimana dampak pandemi ini buat mereka, termasuk saya. Saya ini rakyat jelata lho ya.. Bukan anak sultan, Sultan yang anak saya. #eh pitikih

pict source :
damianbarr.com

Upper Class VS Lower Class

 

Tapi..

Nggak semua yang nampak di mata itu adalah kondisi sebenarnya. Yang terlihat middle up atau upper class, nampak kaya raya, bisa jadi justru menanggung lebih banyak beban dibanding kita yang lower class aka rakyat jelata ini. Misalkan gaji karyawan perusahaannya atau orang-orang yang membantu pekerjaan rumah mereka. Mereka kudu mikir keras nyari celah bagaimana tetap menjalankan usaha di situasi sulit saat ini. Sementara kalau rakyat jelata, sebagai contoh saya sendiri nih, mikirnya kan ya hanya seputar keluarga. Gimana agar pemasukan tetap stabil dan pengeluaran juga nggak bedhat-bedhat amat.😂 Kita, eh saya ding, nggak mikir nggaji orang lain atau menyelamatkan perusahaan yang sudah bertahun-tahun dibangun. Lha mung bakulan ndog wae kok, apane sing meh diselamatkan. Asset potensialnya juga cuma HP. 🤣 Maasya Allah…

Nah, pengecualian bagi upper class or middle up yang pemasukannya dari gaji tetap ya, kita nggak usah ngomongin yang onoh. Orang-orang kaya yang nggak pernah merasa insekyur saat masuk Indoma*t ini mah nggak ngaruh kayaknya mau pandemi atau ngga. Gaji mereka utuh-utuh aja kan. Semisal para ASN dengan golongan high-high. But, so far, they are safe. Insya Allah. Belum ada beritanya kan ASN kena pecat karena efek pandemi ini? Kalau kena pecat karena asusila atau perilaku amoral mungkin ada.

Nah, kalangan usahawan atau pekerja upah ini yang terlihat banget terdampak. Apalagi yang lower class. Sudah berapa banyak kita dengar perusahaan yang gulung tikar, para pekerja yang kena PHK, dan para pencari receh yang makin susah mendapatkan penghasilan. Once again, qodarullaah wa masya fa’ala.

Suami Korban PHK

 

Dulu di awal-awal pandemi, saya sering merasa iba saat mendengar kabar orang-orang yang satu persatu ‘dirumahkan’. Mulai dari teman, suaminya teman, dan perlahan menimpa sanak saudara. Then guess what, akhirnya status ‘dirumahkan’ itu menimpa suami saya. #tabahtabahceria

Maret 2020, suami saya secara resmi dirumahkan oleh perusahaan tempat ia bekerja selama kurang lebih 8 tahun. Bulan itu awal-awal pandemi mulai dianggap serius di negeri kita ini. Berita tentang orang yang positif makin sering terdengar. Tapi semenyayat-menyayatnya berita orang yang terkena Covid19 itu, berita suami sendiri yang kena PHK tentulah lebih menyayat hati. 😂 Apalagi suami dirumahkan tanpa pesangon, trust me, it’s hurt.

Maret 2020 sampai September 2020, suami fixed jadi pengangguran. Tujuh bulan itu lama lho. Apalagi selama 8 tahun terbiasa dapat notifikasi uang gaji masuk rekening. Lalu tiba-tiba nggak ada lagi notif kayak begitu, yang ada notif “Sisa kuota kamu ++ 0 MB” mulu. 😂

Selama tujuh bulan itu, suami sering menghadapi pertanyaan orang-orang “Kok di rumah saja, kerjaan aman kan?”. Dan jawabannya cuma “Alhamdulillah”. Karena susah mencari jawaban yang pas. Kalau mau jujur, nanti panjang ceritanya. Kalau mau bohong kok ya dosa. Hahaa…

Sementara istrinya nggak bisa berbuat banyak, bisanya ya cuma ngayem-ngayemi aja yakan. Dan menyediakan bahu untuk bersandar. Eeeaaa…  Sambil tetap jualan onlen dong waktu itu. Demi bisa jajan. Wkwkwkwkwk. Apa aja saya jual. Dari bakso penthol yang saya repacking dan branding sendiri. Jual buku anak jalan juga. Jual makanan dan kue PO buatan temen. Ya tujuannya biar bisa tetep jajan tanpa ngurangin duit tabungan itu tadi. Hehe.. Saya nggak niat jualan untuk menggantikan posisi suami mencari nafkah. Karena nggak akan bisa deh. Kebutuhan saya dan anak-anak adalah tanggung jawab suami. Dan tanggung jawab itu yang tidak akan tergantikan. Eeaaa lagi…

Tapi, apapun bentuk musibah yang kita terima, sebaiknya disyukuri dahulu. Begitu kata Pak Ustadz. Kemudian diintrospeksi, kenapa Allah memberikan musibah seperti ini?

 

Fokus Minta Ampun pada Allah Subhanahu wa Ta’ala

 

Ya, selama berbulan-bulan itu saya dan suami sering-sering istighfar. Kok ya bisa ya kena musibah begini. Kami berdua fokus minta ampun pada Allah. Introspeksi diri. Barangkali kurang sedekah, atau harta kami ada yang haram dan syubhat, atau kurang baik sama tetangga kanan kiri, atau kurang banget syukurnya. Hiks. Bisanya hanya minta ampun pada Allah saat itu.

Lalu gimana untuk makan sehari-hari dan bayar ini itu?

Alhamdulillah, tabungan suami masih cukup untuk pengeluaran beberapa bulan, meskipun kami sama sekali nggak dapat bansos. Nggak ngarep juga sih.😅 Tapi ya pelan-pelan semua dibikin enjoy, yang penting semua sehat, bisa makan dan tidur nyenyak. Dan, tentu semuanya juga atas pertolongan Allah saja, sehingga tabungan kami bisa cukup until the end.

 

Nah, untuk ngakalin saldo tabungan agar nggak cepet habis, beberapa pos yang bisa dipangkas pengeluarannya, kami pangkas. Pangkas disini tidak dihilangkan 100%. tapi dikurangin aja porsinya. Macam jatah jajan, jatah beli mainan dan kebutuhan sekunder lain, termasuk jatah bulanan mertua dan ortu. Gimana menyampaikan “pemangkasan” jatah ini ke mertua? Tentu dengan alasan ‘pemotongan gaji dari perusahaan karena WFH’, bukan PHK. Suami tidak pernah memberitahu siapapun masalah PHK ini, termasuk ke ortu dan mertua. Nobody knows except his wife.  Tak seorang pun dikasi tahu olehnya. Pertimbangannya simpel, makin banyak yang tahu nanti malah makin bikin pusing. Biar yang pusing 1 kepala saja, daripada 3 atau 5 kepala. Hihi… Sambat sebut ya hanya ke istri saja, eike ini, dan Allah ta’ala tentunya. Ya kuwi maulah, kabeh ujian dan musibah kuwi pancen kudu diakehi le istighfar. Meminta ampun pada si pemberi ujian. Astaghfirullahal’adzim…

So, don’t give up!

 

Jadi intinya, yang sedang dalam posisi sulit karena pandemi ini, entah pemasukan yang makin mengecil bahkan hilang, atau pemutusan hubungan kerja ; Believe me, you are not alone. Akeh kancane kok. Bukankah segala sesuatu apabila dipikul bersama akan ringan jadinya? Ya anggap saja, ujian yang menimpa itu juga dirasakan oleh orang lain. Tak hanya kita sendiri. Meskipun penyelesaiannya ya dikerjakan dewe-dewe. Cuma jangan pernah merasa sendiri kalau diuji persoalan finansial di masa sekarang ini. Don’t give up! 😇

Duhai Nyisanak dan Kisanak, kita memang berada dalam badai yang sama, dan di kapal yang berbeda-beda. Tapi ingat, kita punya potensi dan doa yang sama. Dan Tuhan kita juga sama, yaitu Allah yang Maha Kaya. Selalu ingat, peluang doa yang diijabah kita juga sama kok, tinggal bagaimana memaksimalkannya kan? Kalau orang-orang bisa bangkit dari keterpurukan akibat pandemi ini, maka kita juga bisa. Insya Allah, dengan seijin Allah.

Trus, gimana biar bisa enjoy meskipun habis kena PHK? Nah… sambung besok ya insya Allah.

😇

Next Part :Klik disini

About Author

Perempuan yang lebih suka ngoceh pakai jari daripada pakai mulut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *